Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia
Kamis, 14 November 2024 17:19 WIB
Perjanjian Linggarjati adalah perjanjian diplomatik antara Indonesia dan Belanda yang berlangsung pada tahun 1946, bertujuan untuk mengakhiri konflik pasca-kemerdekaan. Perjanjian ini mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto atas Jawa, Sumatra, dan Madura, serta membentuk Negara Indonesia Serikat di bawah Uni Indonesia-Belanda. Namun, Belanda melanggar kesepakatan ini dengan melancarkan Agresi Militer I pada 1947.
***
Perjanjian Linggarjati adalah salah satu babak penting dalam sejarah perjuangan diplomasi kemerdekaan Indonesia pasca-Proklamasi. Perjanjian yang berlangsung pada tahun 1946 ini menandai salah satu upaya perdamaian pertama antara Indonesia dan Belanda setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Perjanjian ini berlangsung di desa Linggarjati, di kaki Gunung Ciremai, Jawa Barat, dan menjadi bukti upaya Indonesia yang mengedepankan jalur diplomasi untuk mendapatkan pengakuan internasional. Namun, meskipun pada awalnya disambut sebagai langkah diplomatik besar, Perjanjian Linggarjati pada akhirnya memicu perdebatan panjang dan bahkan mengarah ke konfrontasi militer yang lebih lanjut.
Latar Belakang Perjanjian Linggarjati
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia dan berusaha untuk mengembalikan kekuasaannya. Pada masa itu, situasi menjadi semakin rumit dengan kedatangan pasukan Sekutu, yang salah satu misinya adalah melucuti tentara Jepang yang masih berada di Indonesia.
Namun, kehadiran pasukan Sekutu justru dimanfaatkan oleh Belanda untuk memperkuat kedudukannya di Indonesia dengan mengirimkan tentara dari KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger), yaitu Tentara Hindia Belanda, untuk mencoba kembali menguasai beberapa wilayah.
Sementara itu, konflik-konflik bersenjata antara Indonesia dan Belanda tidak bisa dihindari. Beberapa peristiwa besar, seperti Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, Pertempuran Ambarawa, dan perlawanan rakyat di berbagai daerah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia tidak akan membiarkan penjajahan kembali terjadi.
Namun, Belanda tetap berambisi untuk menguasai Indonesia. Pada saat yang sama, Belanda menghadapi tekanan dari dunia internasional, termasuk dari Sekutu, terutama Inggris dan Amerika Serikat, yang mendorong mereka untuk menyelesaikan konflik ini melalui jalur diplomasi.
Di bawah tekanan internasional, Belanda setuju untuk memulai perundingan dengan Indonesia. Perundingan ini, yang kemudian dikenal sebagai Perjanjian Linggarjati, diharapkan dapat menjadi solusi damai untuk mengakhiri konflik bersenjata dan mengukuhkan status Indonesia di mata internasional. Perundingan dimulai pada Oktober 1946, dengan delegasi Belanda dipimpin oleh Wim Schermerhorn dan H. J. van Mook, sementara delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir.
Proses dan Isi Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati ditandatangani pada 15 November 1946, dan disahkan secara resmi pada 25 Maret 1947 oleh pemerintah Indonesia dan Belanda. Berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi isi dari Perjanjian Linggarjati:
- Pengakuan Wilayah Republik Indonesia: Dalam perjanjian ini, Belanda mengakui secara de facto wilayah kekuasaan Republik Indonesia yang meliputi pulau Jawa, Madura, dan Sumatra. Ini berarti bahwa Belanda hanya mengakui sebagian dari wilayah yang telah diproklamasikan oleh Indonesia sebagai negara merdeka.
- Pembentukan Negara Indonesia Serikat (NIS): Indonesia dan Belanda sepakat untuk membentuk Negara Indonesia Serikat (NIS) yang terdiri dari negara-negara bagian, di mana Republik Indonesia akan menjadi salah satu negara bagian di dalam federasi tersebut. Ini berarti bahwa Indonesia tidak diakui sebagai negara kesatuan, tetapi sebagai bagian dari negara federal.
- Uni Indonesia-Belanda: Sebagai bagian dari kesepakatan, kedua negara akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang dipimpin oleh Raja Belanda. Uni ini bertujuan untuk memperkuat hubungan kerja sama antara Indonesia dan Belanda, khususnya dalam bidang ekonomi dan pertahanan. Hal ini pada dasarnya mengikat Indonesia dalam kerangka hubungan khusus dengan Belanda.
- Penarikan Pasukan Belanda: Dalam perjanjian ini, Belanda setuju untuk menarik pasukannya dari wilayah Republik Indonesia setelah terbentuknya Negara Indonesia Serikat. Penarikan ini diharapkan dapat menciptakan stabilitas politik dan keamanan di wilayah Indonesia yang baru saja merdeka.
Dampak Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati menghasilkan beberapa dampak yang cukup signifikan, baik bagi Indonesia maupun bagi hubungan antara Indonesia dan Belanda. Berikut ini adalah beberapa dampak utama dari perjanjian tersebut:
- Ketidakpuasan di Kalangan Pihak Indonesia dan Belanda: Di Indonesia, perjanjian ini menuai berbagai reaksi. Banyak pihak yang menilai bahwa Perjanjian Linggarjati terlalu menguntungkan Belanda dan membatasi kedaulatan Republik Indonesia. Terutama, ide pembentukan negara federasi dianggap sebagai upaya Belanda untuk membagi-bagi kekuasaan di wilayah Indonesia dan memperlemah posisi Indonesia sebagai negara yang bersatu. Di sisi lain, di Belanda sendiri terdapat perdebatan dan ketidakpuasan terkait perjanjian ini, dengan beberapa pihak menganggap bahwa perjanjian ini justru terlalu menguntungkan Indonesia.
- Pengakuan De Facto atas Kedaulatan Indonesia: Walaupun terbatas pada wilayah Jawa, Madura, dan Sumatra, pengakuan de facto oleh Belanda merupakan langkah awal penting dalam perjalanan Indonesia untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai negara merdeka dan berdaulat. Dengan pengakuan ini, secara tidak langsung Belanda mengakui eksistensi Republik Indonesia.
Kritik terhadap Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati tidak luput dari kritik, terutama dari kalangan politikus dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Salah satu kritik utama adalah bahwa perjanjian ini dianggap sebagai hasil kompromi yang terlalu menguntungkan Belanda. Beberapa tokoh kemerdekaan menilai bahwa pengakuan de facto hanya pada sebagian wilayah Indonesia merupakan bentuk ketidakadilan. Selain itu, ide pembentukan negara federal dipandang sebagai taktik Belanda untuk melemahkan kekuatan politik Indonesia dengan cara memecah-belah wilayah-wilayahnya.
Bentuk Pelanggaran oleh Belanda
Pelanggaran terbesar oleh pihak Belanda adalah pelaksanaan Agresi Militer I pada 21 Juli 1947, kurang dari empat bulan setelah perjanjian disahkan. Agresi ini dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan Belanda terhadap hasil Perjanjian Linggarjati, khususnya mengenai batas kekuasaan dan wilayah. Belanda menganggap Republik Indonesia tidak cukup kooperatif, sementara di sisi lain, Indonesia melihat bahwa Belanda belum sepenuhnya menarik pasukannya dari wilayah Indonesia seperti yang telah dijanjikan dalam perjanjian.
Berikut ini beberapa pelanggaran Belanda terhadap isi Perjanjian Linggarjati:
- Penarikan Pasukan yang Tidak Tuntas: Salah satu poin dalam Perjanjian Linggarjati adalah penarikan pasukan Belanda dari wilayah Republik Indonesia setelah terbentuknya Negara Indonesia Serikat (NIS). Namun, pada kenyataannya, Belanda tidak sepenuhnya menarik pasukan mereka dan malah mempertahankan kehadiran militer di beberapa wilayah yang dianggap strategis.
- Upaya Merebut Wilayah: Belanda menolak mengakui kekuasaan Indonesia atas wilayah Jawa, Sumatra, dan Madura secara penuh, dan malah berupaya menguasai kembali daerah-daerah yang dianggap penting bagi kepentingan ekonomi dan politiknya, terutama wilayah-wilayah perkebunan dan kawasan industri.
- Pendudukan Wilayah dengan Operasi Militer: Pada Agresi Militer I, Belanda melancarkan serangan ke beberapa wilayah Republik Indonesia, termasuk Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatra Timur. Serangan ini dilakukan dengan alasan menegakkan ketertiban, tetapi secara jelas merupakan pelanggaran dari Perjanjian Linggarjati, yang menekankan penyelesaian sengketa secara damai.
Dampak Pelanggaran Perjanjian Linggarjati
Pelanggaran Perjanjian Linggarjati oleh Belanda menimbulkan dampak serius bagi hubungan Indonesia dan Belanda, antara lain:
- Tekanan Internasional terhadap Belanda: Agresi Militer I mendapat perhatian serius dari dunia internasional. PBB melalui Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi yang meminta agar Belanda dan Indonesia menghentikan konflik bersenjata dan menyelesaikan masalah mereka secara damai. Pada akhirnya, tekanan internasional ini membawa kedua pihak untuk melakukan perundingan baru di atas kapal perang Amerika Serikat, USS Renville, pada Januari 1948.
- Perundingan Renville: Pelanggaran ini juga membuka jalan bagi diadakannya Perjanjian Renville pada Januari 1948, yang dimediasi oleh Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Namun, Perjanjian Renville kembali membatasi wilayah kekuasaan Indonesia dan banyak ditentang oleh pihak Indonesia, meski tetap disetujui untuk menghindari konflik lebih besar.

Penulis Indonesiana
80 Pengikut

Strategi Pertumbuhan Konglomerat
Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking
Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler